--== Cyberdow Note ==--

nilai" budaya yg terlupakan kaitannya dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

Silat Cingkrik, Warisan Budaya yang Terlupakan

Tanah Betawi tak lekang dari legenda-legnda heroik yang memukau masyarakat di Indonesia. Mulai dari Fatahillah, Pangerang Jayakarta, Pangeran Wijaya Kusuma, hingga Si Pitung. Dalam rentetan cerita sejarah di tanah Betawi, legenda silat Cingkrik dari Rawabelong nampaknya tak kalah menarik untuk disimak. Sebab, bela diri asli Betawi ini hampir mengalami kepunahan, bahkan sebagian warga Jakarta tidak banyak yang tahu.


Sekitar tahun 1817, di kampung Rawabelong, muncul pendekar pilih tanding yang sangat terkenal pada zamannya. Ya, tak salah lagi dia adalah Ki Maing. Putra asli Betawi yang lahir di Rawabelong ini diakui warga sekitar memang sangat mahir dan menguasai sejumlah ilmu bela diri. Meski cukup disegani, namun Ki Maing tidak mempunyai ilmu bela diri andalan.
Suatu ketika, saat Ki Maing jalan-jalan keliling kampung, ia bertemu dengan Nyi Saereh yang memiliki seekor kera. Lantaran tingkah si kera membuat kesal, Ki Maing pun memukulnya dengan tongkat. Tapi apa yang terjadi, pukulan tongkat sang jawara itu selalu meleset, lantaran si kera lincah melompat ke sana ke mari. Bahkan, tongkat Ki Maing malah berhasil direbut si kera. Dan tak lama kemudian Nyi Saereh memintanya dan mengembalikan tongkat itu ke Ki Maing.

Setibanya di rumah, Ki Maing pun terinspirasi dengan kelincahan dan kecerdasan si kera saat menghalau pukulan-pukulan darinya. Dan Ki Maing mencoba mengkombinasikan gerakan kelincahan kera tersebut dengan sejumlah jurus yang pernah ia kuasai. Tak urung, terciptalah sebuah gerakan-gerakan dahsyat yang mampu melumpuhkan lawan dalam sekejap. Ya, itulah yang sampai saat ini dikenal dengan silat Cingkrik. "Cingkrik" itu sendiri tak lain berasal dari kata Jingkrak.
Seiring waktu berjalan, silat Cingkrik terus berkembang dan menyebar ke seluruh wilayah di Jakarta. Konon, Ki Maing mewariskan silat ciptaannya itu ke sejumlah muridnya, diantaranya Ki Ajid, Ki Sa`ari, dan Ki Ali. Merekalah yang mulai mengenalkan silat Cingkrik kepada masyarakat Betawi lainnya. Meski dari guru yang sama, namun ketiga murid Ki Maing ini masing-masing juga diwarisi jurus andalan Ki Maing lainnya secara berbeda-beda, berdasarkan sifat orangnya. Tak khayal, paduan silat Cingkrik yang dikembangkan ketiga Murid Ki Maing ini pun memiliki ciri khas sendiri-sendiri.

Misalnya, Ki Ajid mengembangkan silat Cingkrik dengan gerakan-gerakan indah dan kombinasi pukulan yang lebih banyak. Ki Sa`ari mengembangkan silat Cingkrik dengan kombinasi gerakan cepat yang ditumpukan pada kekuatan kedua tangan dan incaran pukulan selalu ditujukan pada titik lemah musuh seperti ulu hati, dada, leher, dan mata. Sedangkan, Ki Ali yang terkenal kasar, mengembangkan silat Cingkrik dengan gaya yang lebih keras dan menumpukan pada seluruh kekuatan tangan, kaki, dan kelincahan. Dan kekuatan pukulan yang menjadi sumbernya.
Secara umum, kata Hasan Basri alias Cacang, salah satu penggagas Pemersatuan Seni Bela Diri Cingkrik Betawi, silat terbagi menjadi 12 jurus dasar dan tiga jurus sambut. Ke-12 jurus dasar tersebut, yakni keset bacok, keset gedor, cingkrik, langkah tiga, langkah empat, buka satu, saup, macan, tiktuk, singa, lokbe, dan longok. Sedangkan 3 jurus sambut yakni sambut tujuh muka, sambut gulung dan sambut detik. "Bagi seorang pesilat Cingkrik wajib hukumnya mempelajari jurus-jurus tersebut. Sebab, antar jurus satu dengan yang lain saling berkaitan. Kalau tidak, menguasai salah satunya maka jurus tidak akan sempurna," katanya.
Sampai saat ini kata Hasan Basri, setidaknya sudah ada beberapa perkumpulan seni bela diri silat Cingkrik di DKI Jakarta. Hanya saja jumlah pengikutnya masih ratusan. Diantaranya di Tanahabang, Kampungrambutan, dan Rawabelong sendiri. Saat ini silat Cingkrik juga mulai dikembangkan di Cirebon dan Yogyakarta. Dan, sejak 17 tahun lalu silat Cingkrik ternyata juga sudah dikembangkan di Belanda. "Ini tentu menjadi kebanggaan kita semua, meski di Jakarta sendiri tidak begitu dikenal," ujarya.

Meski terus berkembang, namun Hasan Basri mengakui sejauh ini silat Cingkrik tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, sampai saat ini seni bela diri Cingkrik belum pernah diikutsertakan dalam pentas kejuaraan bela diri resmi. Sebab, silat Cingkrik belum terdaftar menjadi salah cabang bela diri dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). "Kami berharap tahun depan bela diri silat Cingkrik bisa dimasukan dalam IPSI," harapnya.
Pemuda-pemuda di Rawabelong, kata Hasan Basri, sampai saat ini masih rajin melakukan latihan rutin tiga kali di rumah salah satu sesepuh seni bela diri Silat Cingkrik yang masih hidup. Dia adalah Haji Nunung (61). Di halaman rumah yang terletak di Jl Harun No 21A RT 02/07, Kelurahan Sukabumiutara, itulah seni bela diri Silat Cingkrik masih ditekuni.
Menurut Haji Nunung, meski saat ini seni bela diri Cingkrik masih eksis di tanah asalnya, Rawabelong. Namun ia khawatir jika tidak mendapat pembinaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bela diri warisan nenek moyang ini bisa punah. Apalagi bisa mendulang masa keemasan seperti tahun 1800-an silam. "Saya takut kalau terus dibiarkan seperti ini seni bela diri silat Cingkrik akan punah," ujar Haji Nunung.

Sejauh ini, kata Haji Nunung, seni bela diri Cingkrik hanya dipamerkan sebagai pembuka pada acara seremonial, seperti palang pintu resepsi pernikahan atau untuk menyambut pejabat saat melakukan kunjungan. Tidak pernah mendapat pembinaan untuk disertakan dalam kejuaraan silat, baik itu even daerah, nasional, apalagi internasional. "Harusnya generasi muda khususnya putra Betawi bisa mencintai seni ini dengan mengembangkan seni bela diri ini lebih besar lagi. Tidak sebatas untuk seremonial belaka," tuturnya.
Dia juga berharap kepada Pemprov DKI Jakarta bisa membantu mengembangkan seni bela diri silat Cingkrik ini melalui sekolah-sekolah yang ada di seluruh Jakarta, misalnya dimasukkan dalam salah satu kegiatan ekstrakurikuler.

Sumber: http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=33503&idwil=4

cerita gandrung

Bagi sebagian orang, Gandrung, sejenis Tayub dan Jaipong adalah tontonan “maksiat”. Setidaknya stereotip minuman keras, saweran dan tarian berpasangan dengan goyang pinggul erotis telah lama di lekatkan pada seni yang berasal dari Banyuwangi ini. Namun tidak bagi Siti Astutik, nama lengkap Gandrung Siti, yang menetap di Kedasri, Karangrejo, Rogojampi. Gandrung bukan saja sekedar pekerjaan, melainkan juga sarana persaudaran dan mencari rejeki yang barokah.

Bahkan putrinya, Lia Novitasari 15 tahun, buah perkawinannya dengan Sutomo, sejak tiga tahun yang lalu telah menjalani profesi gandrung mengikuti jejaknya.“Sedari kecil kami telah melatih Lia menari gandrung, bapaknya yang mengiringi musik melalui suara mulut,” begitu aku Siti yang sejak tahun 1974 sudah terjun ke dalam seni tradisi Banyuwangi. “Kami berharap, anak kami bisa meneruskan profesi ini dan melestarikan seni Banyuwangi, siapa lagi kalau bukan dia,” imbuh Siti tentang putri tunggalnya. Siti tidak begitu risau ketika orang mengatakan gandrung itu maksiat, menarikannya saja sudah mengundang setan apalagi suara musiknya. “Kalau gandrung sering di bilang maksiat, kenapa kok para Kyai itu mengajak kami pentas?” tanya balik Siti sembari mengungkapkan dirinya sering di undang mementaskan gandrung di pondok pesantren di daerahnya.
Lahir sebagai anak pertama dari empat saudara keluarga perantuan asal Malang, Siti sejak sekolah dasar belajar mandiri dan membantu orang tua. “Saya sudah mulai belajar gandrung sejak SD, biasanya kalau hari libur saya diantar Bapak belajar gandrung di Gambiran,” kenang Siti yang bapaknya penggemar wayang. Uang hasil pentasnya, sebagian untuk membantu sekolah adiknya hingga menjadi guru agama yang kini menetap di Papua.
Siti dinikahi Sutomo, seorang sopir sekaligus penggemar seni. Bersama Sutomo, Siti mendirikan grup “Mekar Arum” yang sampai sekarang terus pentas dan menjadi sarana mendidik kader gandrung yang baru. “Biasanya, ketika Gandrung mempunyai suami mereka berhenti gandrung,” tambah Siti yang sampai sekarang telah membina enam penari menjadi gandrung terop, istilah lain gandrung profesional.
***
Awal tahun 90-an Siti yang baru saja menikah dengan Sutomo, merasa jengkel, pasalnya Siti sering sekali diundang oleh pemerintah daerah untuk pentas di berbagai daerah. Ternyata kepandaiannya menyanyikan syair gandrung saja yang diambil sebagai pengiring tarian gandrung binaan pemerintah daerah. Dari pengalaman itu, Siti dan Sutomo memutuskan untuk membuat grup dan mempunyai alat-alat musik sendiri. “Biar kami tidak selalu dimanfaatkan ketika diperlukan” aku mereka.
Dari grup “Mekar Arum” yang mereka dirikan, Siti dan Sutomo akhirnya melanglang buana ke berbagai penjuru Nusantara. Bahkan Abah Syarif, pemimpin Pondok Pesantren Nurul Huda, Surakarta, selama tujuh tahun belakangan ini selalu mementaskan grup gandrungnya untuk memperingati milad mereka. Tidak hanya itu, Siti dan Sutomo bisa menabung dan mendirikan rumah dengan bengkel sekaligus toko kelontong di kampungnya. “Rumah ini hasil kami mentas selama sembilan bulan di daerah Sukamaju, Luwu, Sulawesi Selatan,” ungkap Sutomo. “Kalau di hitung memakai hitungan uang sekarang, kira-kira kami berhasil menyisihkan uang sampai 75 juta rupiah selama pentas di Sulawesi itu,” kenang Siti.
“Yang paling membuat trenyuh sampai sekarang, adalah ungkapan Abah Syarif yang selalu mengingatkan saya untuk menguri-uri gandrung, meski saya sudah tua, gandrung itu seni yang baik, pondok akan selalu mementaskan gandrung,” kenang Siti tentang pujian orang daerah lain ketika melihat pentas gandrung. “Bahkan orang Bali saja heran, kok bisa gandrung itu kalau di paju, ibing, malah geraknya mundur, hingga tidak bisa di peluk dan di cium, ini kan beda dengan seni lain,” imbuh Siti.
***
Diusianya yang ke-48 tahun ini, ada beberapa kegelisahan diri yang ingin segera di dengarkan. “Saya sering bertanya dalam hati, kenapa kok gandrung tari yang di uri-uri bukan gandrung yang asli (gandrung yang mengikuti pakem, jejer, paju, dan seblang-seblang). Saya ini jadi orang nrimo,”sesal Siti melihat perkembangan seni Gandrung Banyuwangi. Sebuah kekecewaan yang sebenarnya umum terdengar di kalangan pelaku seni tradisi Banyuwangi, terlepas tudingan iri terhadap Imageseni gandrung tari hasil kreasi dan teknokrasi pemerintah kabupaten melalui aparat seninya.
Di rumahnya yang kecil, akhirnya, Siti bersama suami tidak pernah lelah untuk membina dan mengahasilkan generasi gandrung baru. “Kami setidaknya habis lima puluh ribu rupiah setiap latihan, itu untuk mengganti uang bensin dan makanan para panjak,” terang Siti.“Kalau Mbok Temu, Pak Ikhsan dan kami tidak mau lagi melatih gandrung, mungkin gandrung akan punah” imbuh Tomo dan Siti.Seperti pengharapan gambaran hidup yang indah, untuk diraih dalam salah satu syair gandrung, “Kembang pepe mrambat ring kayu arum, sang arum mambat mayun, sang pepe ngajak lunga mbok penganten karyo dalu ngenjot-ngenjot lakune.

sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi

manusia dan harapan

Manusia harus memiliki harapan bahkan harus sebagai pemimpi. Kenapa? Kerena dengan mimpi kita akan mewujudkan sebuah harapan, dengan harapan kita akan lebih berusaha untuk mewujudkan mimpi kita ke dalam kehidupan nyata. Harapan adalah sebuah impuls dalam otak kita yang merangsang otak untuk berfikir lebih liar dalam berkeinginan dengan keinginan agar menjalani kehidupan lebih baik.
Seorang pemimpi dan bukan pemimpi akan berfikir seperti ini bila dianalogikan:
Keadaannya seperti ini, bila suatu waktu dalam keadaan bahwa seseorang sedang berkeinginan akan sesuatu yang sangat diinginkannya dengan tingkat persentase kemungkinan kejadian yang lumayan kecil. Sebagai seorang bukan pemimpi dia hanya akan memendam dalam hati dan lambat laun menghilang keinginannya karena impossible bila ditinjau dengan akal sehat, dia menjalani kehidupan datar dan lupa lah apa sebenarnya keinginannya selama ini. Sebagai seorang pemimpi dia akan berfikir bahwa semua pasti bisa terjadi dan mungkin terjadi bila dia punya kemauan yang tinggi, apalah arti sebuah benua yang memisahkannya dengan sang "harapan". Dia akan berfikir positif dengan selalu berharap akan terwujud keinginannya tersebut dengan menjalani hari-hari bersama pancaran-pancaran positifnya.
Bisa disimpulkan bahwa dengan mimpi dan harapan hidup akan terus berlanjut dengan pandangan lurus bahwa hidup itu pasti akan terus berjalan dengan berbagai kemungkinan.

sumber journal.tariflama.web.id/2010/05/manusia-dan-harapan.html

manusia dan kegelisahan

A. Pengertian Kegelisahan

Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenang hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.

Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan. Karena itu dalam kehidupan sehari – hari, kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.

B. Sebab – Sebab Orang Gelisah

Apabila kita kaji, sebab – sebab orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak – haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.

C. Usaha – Usaha Mengatasi Kegelisahan

Mengatasi kegelisahan ini pertama – tama harus mulai dari diri kita sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.

Untuk mengatasi kegelisahan yang paling ampuh kita memasrahkan diri kepada Tuhan. Kita pasrahkan nasib kita sepenuhnya kepada-Nya. Kita harus percaya bahwa Tuhanlah Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun.

D. Keterasingan

Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata ini berasal dari kata dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal orang. Sehingga kata terasing berarti tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain atau terpencil. Jadi kata keterasingan berarti hal – hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain.

Terasing atau keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau lama orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dengan sebab dan kadar yang berbeda satu sama lain.

E. Kesepian

Kesepian berasal dari kata sepi yang berarti sunyi atau lenggang, sehingga kata kesepian berarti merasa sunyi atau lengang, tidak berteman. Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia. Lama rasa sepi itu bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.

Kesepian itu akibat dari keterasingan. Keterasingan dapat disebabkan sikap buruk seperti sombong, angkuh, keras kepala, yang membuat manusia diasingkan oleh kehidupan sosialnya.

F. Ketidak Pastian

Ketidak pastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal – usul yang jelas. Itu semua dapat disebabkan karena pola pikir yang kurang bisa terfokus (konsentrasi).

Sebagai permisalan ketidak pastian adalah tentang kelulusan yang terkadang dapat menyebabkan kegelisahan. Lulus dan tidak lulus bisa jadi faktor yang menentukan status atau karir seseorang dalam hidupnya. Ketidak pastian dalam memprioritaskan kelulusan suatu jenjang pendidikan dapat merugikan ataupun membuat karir terancam.

G. Sebab – Sebab Terjadi Ketidak Pastian

Orang yang tidak bisa berpikir secara teratur, kurang bisa mengambil kesimpulan. Bila ini terjadi, dalam berpikir manusia selalu menerima rangsang – rangsang lain, sehingga kadang membuat jalan pikiran semakin menjadi kacau oleh hal tersebut. Penyebab bisa berupa tanda – tanda obsesi, phobia, delusi, kehilangan pengertian dan lain sebagainya.

Beberapa sebab orang tidak dapat berpikir dengan pasti ialah :

1. Obsesi, merupakan gejala neurosa jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus menerus. Biasanya tentang hal – hal yang kurang menyenangkan.
2. Phobia, ialah rasa ketakutan yang tak terkendali, tidak normal, kepada sesuatu hal atau kejadian tanpa diketahui sebab – sebabnya.
3. Kompulasi, ialah adanya keragu – raguan tentang apa yang telah dikerjakan, sehingga ada dorongan yang tidak disadari melakukan perbuatan yang serupa berkali – kali.
4. Histeria, ialah neurosa jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental, kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri atau sugesti dari sikap orang lain.
5. Delusi, menunjukkan pikiran yang mengalami kekacauan, yang disebakan oleh suatu keyakinan palsu, diluar akal sehat, tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengang pengalaman.
6. Halusinasi, ialah khayalan yang terjadi tanpa rangsangan panca indera maupun dengan sugesti, seperti obat bius atau minuman yang memabukkan.

Keadaan Emosi, dalam keadaan tertentu seseorang sangat berpangaruh oleh emosinya. Sikap ini dapat berupa kesedihan menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat, gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau berbicara, termenung, menyendiri.

sumber http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/

manusia dan tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun tidak di sengaja. Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbul tanggung jawab itu karena manusia itu hidup dalam bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan terhadap alam lingkungannya.

Tanggung jawab itu bersifat kodrati yang artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Misalkan ada yang tidak mau bertanggung jawab maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab tersebut. Dengan itu tanggung jawab dilihat dari 2 sisi, yaitu :

1. Dari sisi pihak yang berbuat, yaitu pihak yang berbuat harus menyadari akibat perbuatannya itu dengan demikian pihak yang berbuat sendiri pula harus memulihkan ke dalam keadaan baik.
2. Dari sisi pihak lain, yaitu pihak yang berbuat tidak mau bertanggung jawab maka pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan.



Macam-macam tanggung jawab :

* Tanggung jawab terhadap diri sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.

* Tanggung jawab terhadap keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami dan istri, ayah dan ibu serta anak-anak dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab itu menyangkut nama baik keluarga.

* Tanggung jawab terhadap masyarakat

Pada dasarnya manusia tidak bias hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk social.

* Tanggung jawab terhadap bangsa atau Negara

Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-normayang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri.

* Tanggung jawab terhadap tuhan

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap tuhan.

Di dalam tanggung jawab itu sendiri terdapat wujud yang berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih saying, hormat atau semua itu dilakukan dengan ikhlas. Sedangkan pengorbanan adalah unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih.

sumber http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/

manusia dan pandangan hidup

Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup.

Menurut asalnya pandangan hidup dibagi menjadi 3 yaitu :

* a) Pandangan hidup yang berasal dari agama,
* b) Pandangan hidup yang berupa ideologi, dan
* c) Pandangan hidup hasil renungan.

Pandangan hidup terdiri dari 4 unsur antara lain :

*
* a)Cita – Cita yang diinginkan dapat diraih dengan usaha dan perjuangan,
* b) Berbuat baik dalam segala hal dapat membuat seseorang merasa bahagia, damai, dan tentram,
* c) Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi oleh keyakinan, dan
* d) Keyakinan dan kepercayaan adalah hal yang terpenting dalam hidup manusia.

Cita – Cita

Pengertian cita – cita adalah sesuatu yang ingin diraih.

Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapai tidaknya cita – citanya antara lain :

* – Faktor yang menguntungkan, dan
* - Faktor yang menghambat.

* - 3 Faktor yang menentukan dapat atau tidaknya seseorang mencapai cita – citanya antara lain :

Manusia itu sendiri,

Kondisi yang dihadapi dalam rangka mencapai cita – cita tersebut,

Seberapa tinggi cita – cita yang ingin dicapai.

Kebajikan

Pengertian kebajikan adalah suatu perbuatan yang selaras dengan suara hati kita yang mendatangkan kesenangan bagi dirinya maupun orang lain.
Manusia adalah sebuah pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan.

Untuk dapat melihat kebajikan kita harus melihat dari 3 segi antara lain :

Suara hati adalah bisikan dalam hati yang memberikan pertimbangan kepada seseorang untuk dapat menentukan baik buruknya suatu perbuatan.

* - Manusia sebagai makhluk pribadi,
* - Manusia sebagai anggota masyarakat, dan
* - Manusia sebagai makhluk Tuhan.

Keyakinan atau Kepercayaan

Keyakinan atau Kepercayaan berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan.

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution ada 3 Aliran Filsafat, antara lain :
Aliran Naturalisme,
Aliran Intelektualisme, dan
Aliran Gabungan.

Jika aliran ini digabungkan dengan pandangan hidup maka akan timbul 2 kemungkinan yaitu :

Pandangan Hidup Sosialisme, dan
Pandangan Hidup Sosialisme Religius.

Ajaran Agama ada 2 yaitu :

- Ajaran Agama yang Dogmatis, dan
- Ajaran Agama dari pemuka agama.

Langkah – Langkah Berpandangan Hidup yang Baik, antara lain :

* - Mengenal,
* - Mengerti,
* - Menghayati,
* - Meyakini,
* - Mengabdi, dan
* - Mengamankan.

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10098

manusia dan adil

Bersikap Adil dalam Mencurahkan Kasih Sayang

Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menjaga keadilan dan persamaan saat mereka menunjukkan kasih sayang di antara anak-anak. Bapak dan ibu dalam mencintai dan menyayangi anak-anaknya tidak dibenarkan bersikap pilih kasih; karena ini secara alami akan menyebabkan hilangnya kehormatan mereka dan hilangnya kepercayaan anak-anak terhadap lingkungan keluarganya. Rasul saw dan para imam ahlul bait yang suci menekankan pentingnya menjaga persamaan dan tidak bersikap pilih kasih dalam menunjukkan kasih sayang.
Dikisahkan, Nabi saw sedang berbicara di tengah sahabatnya lalu seorang anak kecil masuk ke tempat tersebut dan menuju ayahnya yang berada di sekitar majelis. Sang ayah mengelus kepala sang anak lalu mendudukannya di pangkuan kanannya. Tidak lama kemudian anak perempuannya juga masuk dan menuju bapaknya. Sang ayah kemudian mengelus kepala sang anak perempuan tersebut lalu mendudukannya di sampingnya. Ketika Nabi saw melihat perlakuan berbeda sang ayah dibanding sebelumnya, beliau bersabda: Kenapa kamu tidak mendudukannya di pangkuanmu yang satu? Lalu sang bapak pun menuruti perintah Nabi saw dan mendudukkan anak perempuannya di pangkuan krinya. Waktu itu juga Nabi bersabda: “Sekarang kamu telah menjaga keadilan.”
Nabi juga saw bersabda: “Berlaku adil-lah di tengah anak-anakmu sebagaimana kamu suka diperlakukan adil oleh mereka, baik dalam kebaikan maupun dalam kasih sayang." Oleh karena itu, menjaga persamaan di antara anak-anak dalam pendidikan adalah hal yang penting dan ketika hal itu tidak diperhatikan akan memberikan efek negatif.
Kasih sayang terhadap anak memilik efek positif dan manfaat, di antaranya:
· Kasih sayang akan mendatangkan kesenangan dan kegembiraan. Semakin besar kasih sayang orang tua pada anak maka kegembiraan pada anak semakin besar dan menjadikan hati anak semakin peduli dan perhatian.
· Anak belajar kasih sayang dari orang tuanya sehingga ia akan menerapkan kasih sayang tersebut kepada orang lain dengan cara yang dilihatnya dari orang tuanya. Anak yang tidak merasakan kasih sayang yang hakiki di samping mendapatkan pengaruh negative pada tubuh dan jiwanya, juga akan bermasalah dalam mempelajari kasih sayang dan akhirnya ia tidak mampu mencintai dan menyayangi orang lain di masa yang akan datang.
· Munculnya kepercayaan diri. Anak yang memiliki kemerdekaan dan kepercayaan diri mampu memecahkan persoalan sendiri dan tidak menunggu bantuan orang lain. Dengan motivasi besar dan tekad yang membaja, anak tersebut berusaha mencari solusi atas setiap problem yang dihadapinya, sehingga sebelum mencapai tujuannya maka pantang baginya untuk mundur.
· Kasih sayang akan memotivasi anak-anak untuk melakukan pelbagai aktivitas dengan sukses. Anak yang merasakan kasih sayang secara cukup maka ia akan sukses dalam menggeluti pelbagai aktivitas dan bidang yang digemarinya. Di bidang pendidikan ia akan menjadi anak yang cerdas dan terampil dan secara fisik pun ia akan tumbuh secara sehat.
· Kasih sayang kepada anak mampu menarik simpati sang anak, dan pada giliranya anak akan mempercayai ayahnya, sehingga terjalinlah hubungan baik antara keduanya dan anak akan mendengar dan menuruti perkataan sang ayah. Dengan demikian anak ini akan mudah dididik dan diarahkan oleh ayahnya. Sebab anak ini menyukai orang yang penyayang dan yang memahami keinginannya dimana orang seperti ini ia temukan pada pribadi ayahnya, sehingga ia akan menuruti perintah ayahnya. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ali bin Abi Thalib berkata: “Hati manusia itu kejam. Barangsiapa yang berbuat lembut dan penuh kasih sayang terhadapnya maka hati tersebut akan tunduk dan patuh padanya.”